Tanaman bambu dikelompokkan dalam familia rumput-rumputan (padi-padian)
atau Poacea (Gramineae). Tumbuhan yang termasuk dalam suku tersebut
sangat banyak jenisnya dan merupakan tumbuhan paling penting bagi
manusia karena merupakan sumber pangan utama, seperti padi, jagung,
gandum, sorgum, tebu, rumput gajah untuk pakan ternak, akar wangi, atau
serai. Memang ada pula tumbuhan penggangu (gulma) yang berasal dari
familia tersebut, seperti alang-alang yang bersaing dengan tanaman budi
daya sehingga merugikan.
Tanaman bambu memiliki jenis yang sangat banyak. Menurut Dransfield dan
Widjaya (1995), di Asia Tenggara ditemukan sekitar 200 jenis bambu dari
20 genera (marga). Di Indonesia terdapat sekitar 60 jenis. Sementara di
seluruh dunia terdapat lebih dari 1000 jenis bambu dalam 80 marga.
Beberapa jenis yang bisa disebutkan misalnya Gigantochloa atroviolaceae -
pring wulung (Jawa), Gigantochloa atter - pring legi (Jawa), atau
Gigantochloa atroviolaceae (bambu hitam).
Tanaman bambu mudah ditemukan dari dataran rendah hingga dataran tinggi.
Bambu memiliki pertumbuhan yang cepat dan dapat tumbuh baik di lahan
sangat kering (iklim semi arid) seperti di Nusa Tenggara Timur hingga
daerah yang banyak curah hujannya, asalkan rumpunnya tidak tergenang
air.
Di bulan Agustus seperti sekarang ini, para penjual bendera pun selalu
melengkapi dagangannya dengan bambu sebagai tiang bendera. Sebab itu
bambu tidak asing dan bahkan sangat akrab dengan masyarakat Indonesia,
terutama di pedesaan.
Meski bambu sangat akrab dengan kita, tetapi Prof Dr Elisabeth A
Widjaja, seorang peneliti bambu dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) mengatakan bahwa 15 tahun ke depan orang Indonesia tidak akan
melihat pohon bambu lagi akibat eksplorasi besar-besaran tanpa disertai
budi daya (Suara Merdeka, 27 Juni 2009). Bambu masih dipandang bukan
kebutuhan utama, seperti kayu, sehingga mengambil secara terus menerus
tegakan alami bambu tanpa penanaman kembali akan berujung pada kepunahan
tanaman tersebut.
Bambu sebetulnya merupakan tanaman serbaguna. Bahkan dibanding kayu,
nilai ekonomi bambu jauh lebih tinggi. Itulah sebabnya, bambu
dikategorikan sebagai multipurpose tree spisies atau jenis pohon
serbaguna.
Sebagai tumbuhan serbaguna, bambu biasa digunakan di pedesaan untuk
bahan bangunan sebagai kaso, reng, tiang, dinding, lis, galar, dan
lantai. Bambu digunakan pula dalam pembuatan furnitur, perkakas rumah
tangga, kerajinan tangan seperti kap lampu, keranjang, tas, topi, serta
digunakan untuk sumpit, tusuk gigi dan tusuk sate. Untuk kebutuhan
kuliner, rebung bambu menjadi sajian yang enak.
Di daerah seperti Jawa Barat, bambu berguna untuk pembuatan alat musik
seperti angklung. Bambu juga digunakan untuk pembuatan alat musik tiup
(seruling), alat musik gesek, alat musik pukul, kentongan, dan
lain-lain. Bambu memiliki manfaat yang demikian luas seperti untuk
industri kertas dan pulp, transportasi, tekstil, hingga pengobatan.
Bambu dapat menjadi pilihan untuk menghijaukan lahan kritis DAS. Akar
serabut bambu yang tumbuh sangat rapat meski sudah mati sekalipun
setelah ditebang tetap berbentuk serabut dan mampu menyerap air sangat
cepat. Ketika La Nina dengan curah hujan yang tinggi di atas normal dan
terus menerus, tanah di sekitar akar bambu tidak akan jenuh karena akan
diserap dalam waktu sangat cepat. Longsor akan dapat diminilisasi begitu
juga banjir. Sebab itu, baik pula bila bambu ditanam sebagai sabuk
gunung atau bukit dan tebing-tebing untuk mencegah longsor.
Bambu tidak seperti pohon penghijauan yang lain, ketika dipanen
(ditebang) hanya meninggalkan tunggul, sedangkan bambu, meski ditebang
tetap meninggalkan rumpun dan tegakan bambu yang banyak. Dengan
demikian, penghijauan dengan bambu merupakan pilihan yang layak secara
ekologis.
Kamis, 06 September 2012
Pohon Bambu Sebagai Konservasi Air
Lainnya dari Info Berita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar